بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْماً إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَاراً وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيراً
Qatādah berkata, “Ayat
itu turun berkenaan dengan seorang dari Bani Ghathfān yan menguasai
harta saudaranya yang masih kecil dan yatim pula. Lalu ia memakannya.” Dalam ayat lain, Allah berfirman:
وَابْتَلُواْ
الْيَتَامَى حَتَّىَ إِذَا بَلَغُواْ النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُم
مِّنْهُمْ رُشْداً فَادْفَعُواْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلاَ
تَأْكُلُوهَا إِسْرَافاً وَبِدَاراً أَن يَكْبَرُواْ وَمَن كَانَ غَنِيّاً
فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَن كَانَ فَقِيراً فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ
فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُواْ عَلَيْهِمْ
وَكَفَى بِاللّهِ حَسِيباً
"Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian
jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta),
maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan
harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu)
tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di
antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah
ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu
menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi
(tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai
Pengawas (atas persaksian itu)."
“Barangsiapa
(dari pemelihara anak yatim itu) yang cukup mampu, hendaklah ia menjaga
dirinya (dari memakan harta anak yatim yang dipeliharanya) dan siapa
yang hidup miskin, boleh memakannya menurut cara yang patut.” (QS an-Nisā’ [4]: 6)
Maksudnya,
pemelihara anak yatim yang tidak mampu, bisa mengambil harta anak yatim
sekedar keperluannya saja; mengambilnya sebagai pinjaman; sekadar upah
pekerjaannya; atau karena terpaksa. Jika ia mampu, hendaknya harta itu
dikembalikan. Jika tidak, harta itu halal baginya.
Allah SWT mengingatkan dengan tegas akan hak orang-orang yatim melalui firman-Nya:
وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ
عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً
“Hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan. Oleh karena itu,
hendaklah mereka patuh kepada Allah dan hendaklah mereka mengatakan
perkataan yang benar.”
(QS an-Nisā’ [4]: 9)
(QS an-Nisā’ [4]: 9)
Maksudnya,
siapa yang memelihara anak yatim, hendaklah ia memperlakukannya dengan
baik, bahkan memanggilnya, “Anakku…,” sebagaimana ia memanggil
anak-anaknya. Hendaklah ia bersikap baik, santun, serta memelihara harta
dan keluarga si anak yatim sebagaimana ia memelihara harta dan
keluarganya sendiri.
Diriwayatkan, Allah SWT berfirman kepada Dâwud a.s.: ”Wahai
Dâwud, terhadap anak yatim, bersikaplah seperti bapak yang pengasih;
terhadap para janda, bersikaplah seperti suami yang penyayang.
Ketahuilah, engkau akan menuai apa yang telah engkau tanam. Sebab,
engkau pasti mati, serta meninggalkan anak dan istrimu.”
Berkaitan
dengan memelihara harta anak yatim dan kezaliman, banyak hadist
diriwayatkan sejalan dengan ayat di atas yang berisi ancaman keras dan
peringatan bagi manusia yang menzalimi mereka. Di antaranya adalah
hadits yang diriwayatkan al-Bukhârî dan Muslim, bahwa Nabi SAW bersabda:
“Hindarilah tujuh hal yang akan membinasakan.”
Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang tujuh hal itu?” Beliau menjawab, “Menyekutukan
Allah, sihir, membunuh orang yang diharamkan Allah untuk dibunuh
kecuali yang dibenarkan, memakan barang hasil riba, memakan harta anak
yatim!”
Al-Hākim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah
berhak untuk tidak memasukkan mereka kedalam surga dan tidak merasakan
kenikmatannya. Mereka itu adalah peminum khamar, pemakan riba, pemakan
harta anak yatim tanpa hak, dan pendurhaka kepada kedua orang tuanya.”
Dalam
Shahĩh-nya, Ibn Hibbān menyebutkan bahwa dari sejumlah surat Nabi SAW
yang dikirimkan melalui ‘Umar ibn Hazm kepada penduduk Yaman berbunyi: “Dosa-dosa
besar yang paling besar pada Hari Kiamat adalah menyekutukan Allah,
membunuh orang Mukmin tanpa kebenaran, lari dari medan perang di jalan
Allah pada hari melelahkan, durhaka kepada kedua orangtua, tuduhan
berzina kepada perempuan suci, mempelajari sihir, memakan hasil riba,
dan memakan harta anak yatim.”
Abũ Ya’lā meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Pada Hari Kiamat, ada suatu kaum dibangkitkan dari kubur mereka dengan nyala api di mulut mereka.”
"Siapa mereka itu, ya Rasulullah?” Tanya para sahabat.
"Tidakkah kalian perhatikan bahwa Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim dengan cara yang tidak
lurus, mereka akan memakan api sepenuh perutnya." (QS an-Nisā’ [4]: 10)
Dalam hadist Mikraj yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda: “Tiba-tiba
aku melihat orang-orang yang dilaknati. Sementara yang lain membawa
batu dari api, menelannya, lalu api itu keluar dari dubur mereka. Aku lantas bertanya kepada Jibrĩl, ‘Ya Jibril, siapakah mereka?’ Jibrĩl menjawab, ‘Mereka
adalah orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim.
Sesungguhnya mereka benar-benar memakan api ke dalam perut mereka.”
Sementara dalam Tafsir al-Qurthubĩ dinukil hadist dari Abũ Sa’ĩd al-Khudrĩ bahwa Nabi SAW bersabda:
“Pada malam Isra’ aku melihat satu kaum yang memiliki bibir seperti
bibir unta. Lalu bibir mereka ditarik dan di masuki batu dari api ke
dalam mulut mereka. Lalu api itu keluar dari dubur mereka. Aku lalu
bertanya, ‘Ya Jibrĩl, siapakah mereka?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah
orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim.”
Dari Buku karya Imam Al-Ghazali berjudul Mukāsyafah al-Qulũb
No comments:
Post a Comment
SILA TINGGALKAN PESANAN ANDA